Laman

Selasa, 28 September 2010

Surat Untuk Allah...

Yang aku sayangi, Allah. Betapa Agungnya Engkau. Rahmat dan karuniaMu tak berhingga kepada kami, tetapi tak sedikit kami lupa berterima kasih kepadaMU.
Betapapun, Engkau tak pernah berhenti memberkati kami.
Allah, yang aku sayangi. Betapa Agung Engkau. Engkau membimbing kami ke Jalan Lurus, Engkau ajari kami segala amal kebajikan yang dapat mengantar kami menuju Gerbang Surga, tetapi betapa sering kami melalaikan amal kebajikan yang dapat mengantarkan kami sampai ke Gerbang Surga.

Allah, bagaimana kabar ayahku? Apakah ia sehat dan baik? Engkau tentu telah ijinkan ayahku memasuki Negeri Abadi, Iya kan?!
Ya Allah! Ayahku telah telah meninggalkan segalanya dan mengorbankan seluruh yang ia punya, untuk meninggikan DinMu. Dalam hidupnya, ia tak punya ambisi apapun untuk dikejar, apakah harta, kekayaan, bahkan kenyataannya, ia telah melupakan segalanya kecuali satu bahwa Din Islam harus tegak berjaya di bumi ini. Allah...! Karena itulah, ia sering membacakan kepada kami kisah tentang Muhammad Qasim, tentang Mahmood Ghazwani, tentang Tariq Bin Ziyaad, tentang Khalid bin Walid. Bahkan, ia juga, seperti Para Pahlawan tadi, telah ikut serta mengangkat senjata, berjuang menahan musuh, dan tidak mundur hingga tetes darah terakhir.
Allah, yang aku sayangi. Aku titip salam rindu untuk Ayah. Sampaikan padanya Ya Allah.. bahwa putera ciliknya ini dalam keadaan baik dan sehat. Oh ya, ceritakan juga padanya ya Allah, bahwa putera ciliknya ini tengah belajar berpuasa pertama kalinya di bulan Ramadlan ini. Alhamdulillah, belum ada yang bolong puasanya.
Ya Allah... katakan pada Ayah, supaya ia jangan mengkhawatirkan kami; hidup di atas dunia ini begitu pendek. Ibu sering berkata, akan tiba satu saat ketika seluruh kehidupan di dunia ini tiba-tiba berakhir, lalu tak ada lagi ayah, ibu, abang, kakak, anak, semuanya. Tetapi pada Hari itu, para penjuang yang Syahid diijinkan memohon syafaat untuk tujuhpuluh orang keluarganya, lalu memimpin mereka memasuki Surga, Tanah Abadi.
Allah....¦ sampaikan pada ayah, bahwa setiap kali ibu bercerita tentang diri ayah, ibu jadi sedih sekali, tapi ibu selalu membesarkan hatiku. Di depan kami ibu jarang menangis. Tapi aku tahu, ia sering menangis diam-diam. Allah yang aku sayang...... bilang sama ayah supaya ia jangan merasa sedih juga. Ibu seorang yang tabah, insya Allah. Untuk mendapatkan nafkah sehari-hari, ibu kini bekerja menjahit baju, juga mencuci piring dan pakaian di rumah-rumah tetangga kita. Kalau pagi ibu mengantar aku ke sekolah. Sorenya ibu mengantar aku ke masjid. Aku belajar mengaji pada ustadz di masjid. Allah....¦. Katakan pada ayah, bahwa ibu tak pernah mengeluh pada siapapun.
Setiap malam, setelah ibu menyelesaikan pekerjaannya, kini ibu yang menggantikan ayah, menceritakan kisah-kisah sejati, kisah keteladanan para Mujahid dan Syuhada, kisah orang-orang dari Kaum Abadi ¦. Ibu juga selalu berpesan, jika aku dewasa nanti, aku juga harus mengikuti jejak ayah.
Allah yang aku sayang....¦ Hari Raya Idul Fitri sebentar lagi tiba. Kawan-kawanku membeli sepatu dan baju baru dengan ayah mereka. Kawan-kawanku telah juga memiliki hadiah untuk saling ditukarkan di Hari Raya. Aku juga ingin punya sepatu dan baju baru. Tapi setiap kali aku meminta ibu membelikannya, ibu tidak menjawab. Ibu hanya diam lalu pergi meninggalkan aku. Kini aku tidak lagi ingin baju dan sepatu baru. Aku sayang pada ibu.
Tapi, Allah! Katakan pada ayah, supaya jangan merasa khawatir. Walaupun aku tidak punya sepatu baru, walaupun aku tidak punya baju baru, lalu apa masalahnya? Idul Fitri hanyalah satu hari, seperti hari-hari yang lain. Ia pasti berlalu. Dari pada melalui Idul Fitri bermain dengan kawan-kawan, daripada pergi ke pasar-pasar, aku akan menemani ibu. Lagi pula, aku kan bukan anak kecil lagi. Aku sudah besar.
Allah! Sampaikan pada ayah, betapa kami bahagia, sangat bahagia. Betapa kami bangga padanya. Kawan-kawanku punya ayah di dunia, tapi aku punya ayah dari Kaum Abadi.....
Sampaikan pada ayah, kami tidak kekurangan apa-apa. Allah Penjamin dan Pembela. Allah kini jadi ayahku di dunia. Sampaikan pada ayah, supaya selalu ingat pada kami, doakan kami, dan jangan bosan menantikan kami, di Gerbang Surga firdaus Mu.
Oh ya, katakan juga pada ayah, sekarang aku tidak lagi suka menangis.
Tak ada lagi orang yang akan menasehati aku, tak ada lagi sosok yang suka mengajak aku bergulat dan berkelahi, tak ada lagi ayah yang akan memarahi aku.. tapi aku tidak menangis kok. Ibu selalu membesarkan hatiku. Kami bahagia, insya Allah.
Jika aku mendengar nasib kawan-kawanku di Afghanistan, di Palestina, atau di Iraq, bagaimana rumah-rumah mereka dihancurkan, dan orang tua mereka dibunuh oleh kafir penindas, aku lupa akan kesedihanku. Aku suka lihat gambarnya di koran dan majalah mereka duduk lunglai, di sela reruntuhan rumahnya, di antara jasad orang tuanya. Karena itulah, Allah, aku ingin Engkau katakana pada ayah supaya ia jangan bersedih. Karena aku tidak lagi bersedih
Ehm... Teruntuk Ayahku... Dengarlah ayah.. Anakmu kini telah tumbuh dewasa, telah pandai menjaga dirinya, telah bisa menatap dunia dgn ilmunya.

Ayah... Aku rindu sekaliii padamu... rinduu.. rindu.....

Ya Allah.. yang dinda sayangii... tetesan butir air mata ini slalu berlinang di kala badan sakiit,  menggenggam rindu panjaang akan belai kasihnya. Ayahku...

Jagalah dia di jannah-MU ya Allah.... Ampuni dosanya... semayamkan dia.. di dalam kalbuMu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar